![]() |
| Ilustrasi |
Suarapanturanews.com, Tangerang --Belakangan ini, warga Kota Tangerang diresahkan oleh maraknya aktivitas penagih utang atau debt collector yang bertindak di luar batas. Banyak laporan yang menunjukkan adanya intimidasi, kekerasan verbal, bahkan upaya perampasan kendaraan secara paksa di jalanan. Situasi ini bukan sekadar masalah antara debitur dan perusahaan pembiayaan, tetapi sudah menjadi persoalan sosial dan hukum yang menuntut perhatian serius pemerintah daerah.
Pemerintah Kota Tangerang seharusnya tidak memandang enteng fenomena ini. Keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan urusan wajib pemerintah daerah sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Maka dari itu, Pemkot bersama aparat kepolisian perlu mengambil langkah tegas untuk memastikan bahwa praktik penagihan di wilayahnya berlangsung sesuai aturan hukum dan prinsip kemanusiaan.
Langkah pertama yang mendesak adalah membentuk satuan tugas khusus penertiban debt collector yang berkolaborasi dengan kepolisian dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Satgas ini perlu melakukan pendataan, pengawasan, dan penindakan terhadap perusahaan pembiayaan yang menggunakan jasa penagih tanpa izin resmi. Penarikan kendaraan bermotor atau barang jaminan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum, bukan dengan ancaman atau kekerasan.
Perlu diingat, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, penarikan objek jaminan fidusia hanya dapat dilakukan jika ada sertifikat fidusia dan debitur mengakui telah melakukan wanprestasi. Jika dua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka penarikan sepihak oleh debt collector dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Hal ini juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang memberikan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak, termasuk debitur.
Selain penegakan hukum, edukasi kepada masyarakat juga penting dilakukan. Banyak warga tidak mengetahui hak-haknya dalam hubungan pembiayaan, sehingga sering kali menjadi korban intimidasi atau penarikan paksa tanpa perlawanan. Pemerintah daerah, bersama lembaga bantuan hukum dan organisasi masyarakat, perlu hadir memberikan pendampingan serta membuka kanal pengaduan yang mudah diakses.
Kota Tangerang dikenal sebagai kota yang maju dan beradab. Namun, kemajuan itu tidak akan bermakna bila warganya masih hidup dalam ketakutan karena praktik penagihan utang yang brutal dan tidak manusiawi. Pemerintah kota harus menunjukkan keberpihakan nyata kepada rakyat dengan menghadirkan rasa aman, kepastian hukum, dan perlindungan sosial bagi semua.
"Sudah saatnya Pemkot Tangerang berdiri di garis depan menertibkan praktik debt collector ilegal, menegakkan aturan, dan memastikan hukum bekerja untuk melindungi warga bukan menakut-nakuti mereka"
Narsum: Ahmad Priyatna*
Koordinator LBH Multatuli*
















Tidak ada komentar:
Posting Komentar